Mush'ab bin Umair salah seorang di antara para shahabat Nabi. Alangkah baiknya jika kit, memulai kisah dengan pribadi-nya: Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang yang paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan
Para muarrikh
dan ahli riwayat melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat:
"Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum".
Ia lahir dan
dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya· Mungkin tak
seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua
orang tuanya demikian rupa sebagai yang dialami Nlush'ab bin Umair.
Mungkinkah kiranya
anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir
gadis-gadis Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan
meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah ceritera tentang keimanan,
menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan Sungguh, suatu riwayat penuh pesona,
riwayat Mush'ab bin Umair atau "Mush'ab yang balk", sebagai biasa
digelarkan oleh Kaum Muslimin. Ia salah satu di antara pribadi-pribadi Muslimin
yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Tetapi corak pribadi
manakah?
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin ... Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai da'i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin ... Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai da'i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.
Sementara perhatian
warga Mekah terpusat pada berita itu, dan tiada yang menjadi buah pembicaraan
mereka kecuali tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta Agama
yang dibawanya, maka anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita
itu. Karena walaupun usianya masih belia, tetapi ia menjadi bunga majlis
tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para anggota
dan teman-temannya. Gayanya yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan
keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan
masalah.
Di antara berita yang
didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan
pertemuan di suatu tempat yang terhindar Sauh dari gangguan gerombolan Quraisy
dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Keraguannya tiada
berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja didorong
oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat
itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan para shahabatnya, tempat mengajamya
ayat-ayat al-Quran dan membawa mereka shalat beribadat kepada Allah Yang Maha
Akbar.
Baru saja Mush'ab
mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari
kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya
dan sampai ke telinga, meresap di hati
para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun
terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang
tepat menemui sasaran pada kalbunya.
Hampir saja
anak muda itu terangkat dari tempat duduknya
karena rasa haru, dan serasa terbang ia
karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan tangannya
yang penuh berkat dan kasih sayang dan
mengurut dada pemuda yang sedang panas
bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk
hati yang tenang dan damai, tak obah bagai
lautan yang teduh dan dalam.
Pemuda yang
telah Islam dan Iman itu nampak telah
memiliki ilmu dan hikmah yang luas --
berlipat ganda dari ukuran usianya -- dan
mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah
jalan sejarah ...!
Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan ditakuti.
Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan ditakuti.
Ketika Mush'ab
menganut Islam, tiada satu kekuatan pun
yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya
sendiri, bahkan walau seluruh penduduk Mekah
beserta berhala-berhala para pembesar dan padang
pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan
yang menakutkan yang hendak menyerang dan
menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya
enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush'ab
tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera
berpikir keras dan mengambil keputusan untuk
menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang
dikehendaki Allah. Demikianlah ia senantiasa
bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majlis
Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan
keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka
ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.
Tetapi di kota
Mekah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi
dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy
berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah
dan menyelusuri setiap jejak.
Kebetulan seorang
yang bernama Usman bin Thalhah melihat
Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi.
Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula
ia shalat seperti Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab
dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.
Berdirilah Mush'ab
di hadapan ibu dan keluarganya serta para
pembesar Mekah yang berkumpul di rumahnya.
Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya
ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Rasulullah untuk
mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan
hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.
Ketika sang
ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan
tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur
bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai
-- demi melihat nur atau cahaya yang membuat
wajah yang telah berseri cemerlang itu
kian berwibawa dan patut diindahkan
-- menimbulkan suatu ketenangan yang mendorong
dihentikannya tindakan.
Karena rasa
keibuannya, ibunda Mush'ab terhindar memukul dan menyakiti
puteranya, tetapi tak dapat menahan diri
dari tuntutan bela berhala-berhalanya dengan jalan
lain. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat
terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya
amat rapat.
Demikianlah beberapa
lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat
bebeuapa orang Muslimin hijrah ke Habsyi.
Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun
mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu
dan penjaga-penjaganya, lain pergi ke Habsyi
melindungkan diri. Ia tinggal di sana
bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain
pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi lagi
hijrah kedua kalinya bersama para shahabat
atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.
Balk di Habsyi
ataupun di Mekah, ujian dan penderitaan
yang harus dilalui Mush'ab di tiap saat
dan tempat kian meningkat.
Ia telah selesai dan berhasil menempa corak kehidupannya menurut pola yang modelnya telah dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam la merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengurbanan terhadap Penciptanya Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar ...
Ia telah selesai dan berhasil menempa corak kehidupannya menurut pola yang modelnya telah dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam la merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengurbanan terhadap Penciptanya Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar ...
Pada suatu hari
ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin
yang sedang duduk sekeliling Rasulullah saw.
Demi memandang Mush'ab, mereka sama menundukkan
kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa
orang matanya basah karena duka. Mereka melihat
Mush'ab memakai juSah usang yang bertambal-tambal, padahal
belum lagi hilang dari ingatan mereka --
pakaiannya sebelum masuk Lslam -- tak
obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna warni
dan menghamburkan bau yang wangi.
Adapun Rasulullah,
menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai
cinta kasih dan syukur dalam hati, pada
kedua bihirnya tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh k esenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh k esenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Semenjak ibunya
merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab
kepada agama yang lama, ia telah menghentikan
segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya,
bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang
yang telah mengingkari berhala dan patut beroleh
kutukan daripadanya, walau anak kandungnya
sendiri.
Akhir pertemuan
Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak
mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang
dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan
tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya
bila rencana itu dilakukan. Karena sang
ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya
yang telah mengambil satu keputusan, tak
ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan
cucuran air mata, sementara Mush'ab mengucapkan
selamat berpisah dengan menangis pula.
Saat perpisahan
itu menggambarkan kepada kita kegigihan luar
biasa dalam kekafiran fihak ibu, sebaliknya
kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan
keimanan dari fihak anak. Ketika sang ibu
mengusirnya dari rumah sambil berkata: "Pergilah
sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi".
Maka Mush'ab
pun menghampiri ibunya sambil berkata: !'Wahai
bunda! Telah anakanda sampaikan nasihat kepada
bunda, dan anakanda menaruh kasihan kepada bunda.
Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya".
Dengan murka
dan naik darah ibunya menyahut: "Demi
bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam
Agamamu itu.
Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi".
Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi".
Demikian Mush'ab
meninggalkari kemewahan dan kesenangan yang dialaminya
selama itu, dan memilih hidup miskin dan
sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu,
kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya
yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa
hari menderita lapar.
Tapi jiwanya
yang telah dihiasi dengan 'aqidah suci
dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah
merubah dirinya menjadi seorang manusia lain,
yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan
disegani ...
Suatu saat
Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu
tugas maha penting saat itu. Ia menjadi
duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk
mengajarkan seluk beluk Agama kepada
orang-orang Anshar yang telah beriman dan
bai'at kepada Rasulullah di bukit 'Aqabah.
Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk
menganut Agama-Allah, serta mempersiapkan kota
Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai
peuistiwa besar.
Sebenamya di
kalangan shahabat ketika itu masih banyak
yang lebih tua, lebih beupengarub dan lebih
dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada
Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada
"Mush'ab yang baik".
Dan bukan tidak
menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah
memikulkan tugas amat penting ke atas pundak
pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung
jawab nasib Agama Islam di kota Madinah,
suatu kota yang tak lama lagi akan
menjadi kota tepatan atau kota hijrah, pusat
para da'i dan da'wah, tempat berhimpunnya penyebar
Agama dan pembela al-Islam.
Mush'ab memikul
amanat itu dengan bekal karunia Allah
kepadanya, berupa fikiran yang cerdas dan
budi yang luhur.
Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka beuduyun-duyun masuk Islam.
Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka beuduyun-duyun masuk Islam.
Sesampainya di
Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak
lebih dari dua belas orang, yakni hanya
orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah.
Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian,
meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi
panggilan Allah dan Rasul-nya.
Pada musim haji
berikutnya dari perjanjian 'Aqabah, Kaum
Muslimin Madinah mengirim perutusan yang mewakili
mereka menemui Nabi. Dan perutusan itu dipimpin
oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim
Nabi kepada mereka, yaitu Mush'ab bin
Umair.
Dengan tindakannya
yang tepat dan bijaksana, Mush'ab bin Umair
telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam atas dirinya itu tepat. Ia memahami
tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur
melampaui batas yang telah ditetapkan.
la sadar bahwa
tugasnya adalah menyerLi kepada Allah,
menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama
yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah,
membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaqnya
mengikuti pola hidup Rasulullah yang
diimaninya, yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan
belaka ....
Di Madinah Mush'ab
tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin
Zararah. Dengan didampingi As'ad, ia pergi
mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat
pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; Kitab Suci
dari Allah, menyampaian kalimattullah "bahwa
Allah Tuhan Maha Esa" secara hati-hati.
Pernah ia menghadapi
beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri
serta shahabatnya, yang nyaris celaka kalau
tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran
jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan
petuah kepada orang-orang, tiba-tiba disergap
Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah
Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush'ab
dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah
dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush'ab yang
dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak
buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan
Tuhan Yang Maha Esa yang belum pernah
mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal
menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang
bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah
dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan
salah satu di antaranya, tentulah ia
akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya
untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan.
Demikianlah yang tergambar
dan terbayang dalam fikiran suku Abdul
Asyhal.
Tetapi Tuhannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam -- yang diserukan beribadah kepada-Nya -- oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorang pun yang dapat melihat-rjya.
Tetapi Tuhannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam -- yang diserukan beribadah kepada-Nya -- oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorang pun yang dapat melihat-rjya.
Demi dilihat
kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka
bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang
Islam yang duduk beusama Mush'ab, mereka pun
merasa kecut dan takut.
Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.
Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.
Bagaikan singa
hendak menerkam, Usaid berdiri di depan
Mush'ab dan As'ad bin Zararah, bentaknya:
"Apa maksud kalian datang ke kampung kami
ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami?
Tinggalkan segera tempat ini, jika tak
ingin segera nyawa kalian melayang!"
Seperti tenang
dan mantapnya samudera dalam..., laksana terang
dan damainya cahaya fajar ...,terpancarlah ketulusan
hati "Mush'ab yang baik", dan bergeraklah
lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya:
"Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan
dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda
dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami
akan menghentikan apa yang tidak anda
sukai itu!"
Sebenamya Usaid
seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan
sekarang ini ia diajak oleh Mush'ab untuk
berbicara dan meminta petimbangan kepada hati
nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar
ia bersedia mendengar dan bukan lainnya. Jika
ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab,
dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan
meninggalkan kampung dan masyarakat mereka untuk
mencari tempat dan masyauakat lain, dengan
tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.
"Sekarang saya
insaf", ujar Usaid, lalu menjatuhkan
lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan.
Demi Mush'ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan
menguraikan da'wah yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdullah saw., maka dada Usaid pun mulai
terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti
naik turunnya suara serta meresapi keindahannya
Dan belum lagi Mush'ab selesai dari uraiannya.
Usaid pun berseru kepadanya dan kepada shahabatnya:
"Alangkah indah dan benarnya ucapan itu ..
·! Dan apakah yang barns dilaknkan oleb
orang yang hendak masuk Agama ini?"
Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil,
serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian
ujar Mush'ab: "Hendaklah ia mensucikan diri,
pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah".
Beberapa lama
Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil
meme·ras air dari rambutnya, lain ia berdiri
sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan
yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa
Muhammad itu utusan Allah …
Secepatnya berita
itu pun tersiarlah. Keidaman Usaid disusul
oleh kehadiran Sa'ad bin Mu'adz. Dan setelah
mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad merasa puas dan
masuk Islam pula.
Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu .... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!"
Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu .... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!"
Demikianlah duta
Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil
gemilang yang tiada taranya, suatu
keberhasilan yang memang wajar dan layak
diperolehnya· Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu,
dan Rasulullah bersama para shahabatnya hijral
ke Madinah.
Orang-orang Quraisy
semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan
tenaga untuk melanjutkan tindakan kekerasan terhadp
hamba-hamba Allah yang shalih. Terjadilah
perang Badar dan kaum Quraisy pun beroleh
pelajaran pahit yang menghabiskan sisa-sisa fikiran
sehat mereka, hingga mereka berusaha untuk menebus
kekalahan. Kemudian datanglah giliran perang Uhud,
dan Kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur
barisan. Rasulullah berdiri di tengah barisan itu,
menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki
siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka
terpanggillah "Mush'ab yang baik", dan
pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.
Peperangan berkobar
lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah
melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah,
mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit
setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan
dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu
secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan
Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan.
Dengan tidak
diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum
Muslimin daui puncak bukit, lalu tombak
dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk,
membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau
balau. Nlelihat barisan Kaum Muslimin porak poranda,
musuh pun menujukan st?rangan ke arah
Rasulullah dengan maksud menghantamnya.
Mush'ab bin
Umair menyadari suasana gawat ini. Maka
diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan
ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya, lain
maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar
lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik
perhatian musuh kepadanya dan melupakan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Dengan demikian
dirinya pribadi bagaikan membentuk bauisan tentara
...
Sungguh, walaupun
seorang diri, tetapi Mush'ab beutempur laksana
pasukan tentara besar .... Sebelah tangannya
memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedang
yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya
yang tajam .... Tetapi musuh kian bertambah
banyak juga, mereka hendak menyeberang
dengan menginjak-injak tubuhnya untuk
mencapai Rasulullah.
Sekarang marilah
kita perhatikan saksi mata, yang akan
menceriterakan saat-saat terakhir pahlawan besar
Mush'ab bin Umair.
Berkata Ibnu Sa'ad: "Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata:
Berkata Ibnu Sa'ad: "Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata:
Mush'ab bin Umair
adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum Muslimin pecah,
Mush'ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu
&umaiah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus,
sementara Mush'ab mengucapkan:
Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Maka dipegangnya bendera dengan tangan hirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya he dada sambil mengucaphan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasulj dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh "
Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Maka dipegangnya bendera dengan tangan hirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya he dada sambil mengucaphan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasulj dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh "
Gugurlah Mush'ab dan
jatuhlah bendera .... Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada ....
Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah
pengurbanan dan keimanan. Di saat itu Mush'ab berpendapat bahwa sekiranya ia
gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa
ada pembela yang akan mempertahankannya. Demi cintanya yang tiada terbatas
kepada Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia akan pergi
berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya
dirinya dengan ucapan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul,
dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul"
Kalimat yang kemudian
dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai,
hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca orang ....
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia ....Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya itu.
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia ....Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya itu.
Atau mungkin juga ia
merasa main karena telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh kepastian akan
keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam
membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.
Wahai Mush'ab
cukuplah bagimu ar-Rahman ....
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ....
Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah ibnul'Urrat:
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ....
Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah ibnul'Urrat:
"Kami
hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah
pahala di sisi Allah. Di antara hami ada yang telah berlalu sebelum menikmati'
pahalanya di dunia ini sedihit pun juga. Di antaranya ialah Mush'ab bin Umair
yang tewa s di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya
selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua
belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya.
Maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam "Tutupkanlah ke bagian
kepalanya, dan dahinya tutupilah delagan rumput idzkhir!"
Betapa pun luka pedih
dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda Hamzah dan
dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air
mata Nabi .... Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para shahabat dan
kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji
ketulusan, kesucian dan cahaya .... Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak
melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan
mengeluarkan isi hatinya .... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin
Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan
dan kasih sayang, dibacakannya ayat:
Di antara orang-orang Mu inin terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah.(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)
Di antara orang-orang Mu inin terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah.(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)
Kemudian dengan
mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda:
Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.
Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.
Setelah
melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada
kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru:
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.
Kemudian sambil
berpaling ke arah shahabat yang masih hidup, sabdanya:
Hai manusia! Berziarahlah dan berltunjunglah kepada mereka, serta ucaphanlah salam Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereha akan mem balasnya.
Hai manusia! Berziarahlah dan berltunjunglah kepada mereka, serta ucaphanlah salam Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereha akan mem balasnya.
Salam atasmu wahai Mush'ab ....
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ....
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posting Komentar